Wasiat Cinta Syahidah 25 Jan 2014
BY: SELIDIK (Studi dan Laboratorium Dunia Islam Kontemporer)
****
Selalu ada pesan cinta yang menjadi tapak-tapak indah para mujahidin dan mujahidah. Banyak yang mempermasalahkan syahid tidaknya demonstran. Namun bagi saya, mereka berhak meraih itu. Karena mereka memperjuangkan inti dari syariah; kemerdekaan dan melepaskan diri dari penghambaan kepada manusia, menuju penghambaan mutlak kepada Allah semata.
Di antara cinta yang dikirimkan hari ini adalah cinta seorang Syahidah bernama Samiyah Abdullah. Ia menemui syahid setelah menjadi korban kebiadaban aparat keamanan kota Alexandria hari ini. Abdullah sang ayah tak kuasa menahan tangis. Namun usai membaca surat wasiat ia berujar,
"Inna LIllaahi wa Innaa Ilaihi Raaji'uun. Ini sudah takdir dan keputusan Lauh Mahfuzh. Ia syahidah melawan kezhaliman. Allah tidak akan diam dan membiarkan kezhaliman. Allah pasti membalas kezhaliman. Putri saya sedang mejadi contoh untuk anak-anaknya. Saya hanya bisa mengucapkan ucapan para anbiya dan orang-orang shalih, 'Innaa LIllaahi wa Inna Ilahi Raaji'un."
Surat wasiat Samiyah Abdullah adalah sebagai berikut:
"Ibu, aku membayangkan saat mereka datang tergesa-gesa menghampirimu untuk memberitahu, bahwa putrimu telah mati.
Maka kau pun menangis dan berteriak, "di mana anakku?! Di mana jantung hatiku?!"
Lalu mereka menjawab, "cobalah kau cari di tumpukan mayat-mayat itu. Barangkali kau akan menemukannya di sana."
Maka kau pun bergegas berlari dengan kedua kakimu yang mulai bergetar lelah. Satu-persatu kain kafan yang menutupi jasad-jasad itu kau buka perlahan. Namun tak kunjung kau temukan wajah buah hatimu.
Nafasmu tertahan. Tatapan mata dan detak jantungmu bergerak begitu cepat. Hingga akhirnya, aku merasakan tangan lebutmu kembali membelai kain penutup kepalaku.
Tapi maafkan aku, ibu. Barangkali waktu itu senyumku sudah mulai kaku, sendi-sendiku terdiam dan mulutku pun terkunci rapat. Aku tak dapat menyambut kedatanganmu seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan aku tak mampu lagi membalas pelukanmu.
"Nak, bangun. Jawab ibu, nak. Kenapa mereka membunuhmu?!"
Ibu, sebenarnya aku tak tega meninggalkanmu. Tapi kau tak perlu bersedih. Aku berjanji akan setia menunggumu di surga. Yakinlah, kita akan bertemu kembali di sana.
Ibu. Ini lah jalan yang aku pilih. Bagiku, lebih baik mati dengan jiwa yang merdeka, daripada hidup sebagai hamba.
*****
Sungguh spirit juang mujahidah ini menghangatkan adrenalin di musim dingin Kairo. Di saat ribuan atau puluhan ribu orang masih bermesraan dengan selimut. Hal yang lumrah dialami kebanyakan warga Mesir, termasuk warga Indonesia di Kairo. Kebiasaan yang dilarang Nabi, namun entah mengapa malah menjadi tradisi. Samiyah Abdullah mengajarkan sebaliknya!
cc: Bashiruddin Rahmat
0 komentar: